top of page
Search

Kita Setara

  • Indra Ajidarma Sadewo
  • Jan 13, 2017
  • 7 min read

Kawan, apa yang kamu rasakan ketika melihat orang tuamu, gurumu, dosenmu, kakak kelasmu, atasanmu, dan orang lain yang, dari segi umur dan status, relatif lebih tinggi darimu? Biasanya, ada dua kemungkinan yang akan kamu rasakan. Pertama adalah rasa hormat, kedua adalah rasa takut. Pertanyaannya, manakah dari kedua perasaan tersebut yang patut kamu pertahankan?


Tentunya kamu akan tahu bahwa jawabannya adalah rasa hormat. Menurut saya, rasa hormat kepada sesama manusia akan menciptakan hubungan dan ikatan yang baik dan ikhlas. Rasa hormat juga akan melahirkan kasih sayang. Logisnya, orang akan menghormatimu ketika kamu menghormati mereka. Walaupun kenyataan tidak seideal itu, pasti mereka menyimpan rasa bersalah yang mendalam jika mengkhianati rasa hormatmu padanya.


Sekarang, bagaimana sih cara kamu mendapatkan rasa hormat dari orang lain? Bagaimana sih cara agar orang lain senantiasa menghormatimu? Semoga cerita saya berikut ini dapat memberikanmu salah satu jawaban dari pertanyaan di atas.


Cerita ini berawal ketika saya menjalani pertengahan semester 1 perkuliahan saya. Waktu itu, diadakan sebuah acara pertandingan futsal. Setiap peserta dibolehkan untuk mengirimkan lebih dari satu tim. Saat itu, saya memegang posisi sebagai seorang keeper di tim B.


Keeper. Ya, keeper adalah orang yang bertugas menjaga gawang. Bagi seorang keeper, gawang adalah harta karun yang paling berharga bagi timnya. Tugas keeper adalah menjaganya dengan segala daya yang ada dan berusaha sebisa mungkin menjauhkannya dari bola. Tertendang, terbentur, terjatuh, terluka, terkilir, dislokasi, bahkan patah tulang akan rela ditanggung oleh seorang keeper untuk menjaga gawangnya meskipun pertandingan yang dimainkannya bukanlah pertandingan penting atau besar.


Hari itu, saya akan bertanding melawan sebuah tim yang terkenal akan kekompakannya yang luar biasa. Saya dengar rumor bahwa pendukung dari tim tersebut seringkali memancing emosi keeper sehingga tidak bisa berkonsentrasi pada pertandingan. Jujur saja, saya cukup tegang ketika tahu akan menghadapi mereka.


Saya berjalan ke arah area lapangan futsal tempat pertandingan diadakan. Suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Ketika saya sudah menapakkan kaki ke area sekitar lapangan, saya lihat ratusan pendukung dari tim yang menjadi lawan saya di pertandingan ini sudah mengelilingi lapangan sambil bersorak-sorai mendukung timnya. "Wow", gumam saya sambil melihat ke sekitar.


Kedua tim dipersilahkan untuk masuk ke lapangan untuk melakukan pemanasan. Saya masuk ke lapangan dan mulai melakukan pemanasan. Lapangan tersebut dikelilingi oleh pagar kawat berwarna hijau yang menjulang tinggi hingga ke atap. Di atas, tampak jaring yang terbuat dari tambang membentang menutupi langit-langit. Saya seperti berada dalam kandang singa. Penonton bersorak-sorai di sekeliling lapangan sambil mencengkeram kawat besi meminta dipertunjukkan pertandingan yang memukau.


Tidak selang beberapa lama setelah saya membelakangi gawang, terdengar suara dari orang-orang di belakang saya memanggil nama punggung saya, yaitu "Sadewo" dengan berbagai nada. Terkadang mereka memanggil nama saya dengan tidak sopan, terkadang dengan suara tinggi, kadang rendah, kadang dengan nada yang dimain-mainkan. Saya tahu mereka sengaja melakukannya untuk membuat konsentrasi saya pecah. Luar biasa, mereka bahkan tidak memberikan saya kesempatan untuk melakukan pemanasan.

Tiba-tiba saya mendengar ada yang memanggil nama "Indra" dari belakang. Sayapun menengok ke belakang. Saya melihat ada sekitar tiga orang teman saya yang menjadi pendukung tim lawan saya di pertandingan ini. Kami sebenarnya baru saja berkenalan di suatu kegiatan mahasiswa. Melihat mereka, saya menjulurkan tangan saya melalui lubang-lubang di gawang dan menjabat tangan mereka satu per satu sambil tersenyum. Mungkin jika kamu melihat saya, kamu akan menganggap saya SKSD (Sok Kenal Sok Deket) dengan pendukung tim lawan. Tapi kenapa saya harus malu? Saya kenal dengan mereka, mereka kenal dengan saya, dan menjabat tangan mereka adalah etika umum.


Setelah saya menjabat tangan mereka, sekumpulan pendukung tim lawan di belakang saya yang tadinya berusaha membuyarkan konsentrasi saya tiba-tiba diam dan tidak lagi memanggil-manggil nama saya. Saya pun kembali melakukan pemanasan.


Peluit wasit berbunyi, menandakan pertandingan sudah dimulai. Penonton segera bersorak-sorai memanggil-manggil nama timnya untuk memberi semangat. Pendukung tim saya hampir tidak terlihat, tenggelam dibalik lautan pendukung tim lawan.


Sekitar 20 menit pertandingan berlangsung sudah mulai terlihat tim mana yang lebih unggul. Gawang saya sudah terbobol oleh tim lawan sebanyak dua kali, sedangkan tim saya belum mencetak satu angkapun. Bahkan satu babak pun belum lewat, kami sudah tertinggal dua angka. Dengan semangat pantang menyerah, sekuat tenaga kami berusaha mencetak angka sekaligus melindungi gawang kami. Tidak jarang saya ikut tertendang bersama bola dan tabrakan dengan pemain lawan.


Tiba-tiba peluit wasit berbunyi menandakan bahwa babak pertama telah selesai. Kedua tim dipersilahkan beristirahat sebentar. Tim saya kembali membicarakan soal strategi baik dalam penyerangan maupun dalam pertahanan.


Keringat saya sudah bercucuran dengan deras, napas saya terengah-engah, dan stamina sudah habis terkuras. Jangan anggap menjadi keeper adalah tugas yang tidak melelahkan, Kawan. Keeper harus selalu waspada dan bersiap dengan kuda-kudanya untuk menghadang bola. Nah, kuda-kudanya ini yang membuat saya kelelahan. Kuda-kuda keeper futsal adalah dengan posisi badan ditopang oleh satu kaki, kaki yang lain ditekukkan untuk menjaga ruang di antara kaki. Posisi ini seperti setengah berjongkok, setengah berdiri, dan keeper harus bisa berlari dan berpindah tempat dengan cepat sambil terus mempertahankan kuda-kudanya. Kamu bayangkan saja bagaimana lelahnya seorang keeper.


Tidak lama, wasit kembali membunyikan peluit sebagai tanda babak kedua akan segera dimulai. Kedua tim bertukar gawang, yang tadinya gawang lawan menjadi gawang tim saya dan sebaliknya. Setelah saya berpindah gawang, kembali terdengar suara-suara dari pendukung tim lawan yang memanggil nama punggung saya dengan tidak sopan. Jujur saja, saya cukup tersinggung dengan perlakuan mereka. "Sadewo" adalah nama keluarga saya, nama turunan dari ayah saya. Wajar saja saya tesinggung mendengar nama itu dipermainkan. Tapi, daripada saya menciptakan keributan karena terpancing emosi, lebih baik saya fokus ke pertandingan.


Pada babak kedua ini, tim saya diserang habis-habisan. Hampir setiap saat saya bolak-balik ke sisi kiri dan kanan gawang, melempar diri ke sana-sini guna menjaga gawang kami yang berharga. Hingga akhirnya saya sadar, ada yang aneh.


Jujur saja, saya bukanlah keeper handal yang sering menjadi pusaka tim. Yah, memang saya sudah mulai bermain menjadi keeper sejak kelas 1 SMP. Tapi, seiring perkembangan saya, selalu saja banyak teman-teman saya yang memiliki kemampuan menjaid seorang keeper yang jauh lebih handal dari saya. Tapi ada sesuatu yang aneh dari diri saya.


Performansi saya menjadi keeper seringkali berubah drastis. Biasanya, saya mudah dikecoh oleh pemain lawan sehingga seringkali gawang saya kebobolan. Sering juga saya ceroboh dalam menangkap atau menepis bola. Contohnya, bola-bola yang seharusnya tidak menuju gawang seringkali saya usahakan untuk saya tangkap. Tapi, terjadi kesalahan ketika saya menangkap bola hingga akhirnya bola meleset dari tangkapan saya dan justru masuk ke gawang karena terkena oleh tangan saya. Hal ini sering terjadi, bahkan, dalam pertandingan-pertandingan penting. Tidak terhitung berapa kali saya harus menanggung malu akibat kecerobohan saya sendiri.


Anehnya, terkadang, performansi saya bermain sebagai keeper menjadi sangat bagus. Gawang saya sulit dibobol, sering terjadi penepisan bola di saat-saat kritis yang saya lakukan secara tidak sengaja. Ada kalanya kewaspadaan saya menjadi tinggi dan antisipasi saya menjadi jauh lebih akurat dari biasanya.


Setelah saya teliti, akhirnya saya menemukan jawabannya. Saya bisa meningkatkan performansi saya secara drastis apabila saya bermain dengan orang-orang yang mempercayai saya tanpa keraguan sedikitpun dan memaklumi segala kekurangan saya yang mungkin seringkali ceroboh. Salah satu hal yang paling saya benci adalah mengecewakan orang. Saya tidak mau mengecewakan orang-orang yang sudah menaruh kepercayaan yang besar pada saya. Hal-hal seperti itulah yang membuat saya terdorong secara emosional dan bisa meningkatkan performansi saya.


Saya ubah gawang tim saya. Gawang tim saya bukan lagi batang-batang besi tak bernyawa yang disambung-sambung dan diberi jaring. Gawang saya sudah berubah menjadi kepercayaan seluruh anggota tim ke pada saya dan saya akan berusaha mati-matian untuk mempertahankannya.


Nah, kembali ke cerita. Seluruh tim memberikan saya kepercayaan sepenuhnya untuk menjaga gawang. Meskipun saya sudah membiarkan dua bola masuk ke gawang, dapat saya lihat dari mata mereka bahwa mereka tidak meragukan saya. Bagi mereka, kegagalan menjaga gawang adalah kegagalan seluruh anggota tim, bukan kegagalan keeper semata.


Semangat saya berkobar dan saya akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengecewakan tim saya. Tiba-tiba performansi saya menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Gerakan saya menjadi lebih cepat dari biasanya, kewaspadaan saya lebih tinggi dari biasanya, antisipasi saya lebih tepat dari biasanya. Walaupun saya terkecoh dengan permainan bola penyerang tim lawan, entah bagaimana, saya dapat menghentikan bola yang sudah mereka tendang. Maaf ya kawan-kawan, sungguh, saya tidak ada maksud sama sekali untuk menyombong lho. Saya hanya berbagi cerita.


Sudah cukup banyak serangan dari tim lawan yang berhasil saya hentikan. Tim saya sudah berhasil mencetak beberapa gol, hingga akhirnya skor kami hanya tertinggal sedikit. Sesekali, saya bertabrakan dengan pemain tim lawan hingga terjatuh. Bukan nature saya untuk tidak memedulikan orang lain yang saya jatuhkan. Saya tidak peduli kawan atau lawan, saya selalu meminta maaf dan menjulurkan tangan untuk membantunya bangun.


Beberapa menit sebelum peluit tanda akhir pertandingan berbunyi, saya sudah tidak lagi mendengar pendukung tim lawan yang memanggil-manggil nama saya dan berusaha membuyarkan konsentrasi saya, entah karena saya terlalu fokus ke pertandingan sehingga saya tidak mendengarnya atau karena memang tidak ada lagi yang berusaha membuyarkan konsentrasi saya. Anggota tim saya sudah kelelahan dan sudah berkali-kali bertukar tempat dengan pemain cadangan. Sayang sekali, peluit yang menandakan bahwa pertandingan selesai sudah berbunyi.


Pertandingan telah berakhir, tim saya kalah beberapa angka dengan tim lawan. Tak apalah, ini hanya sebuah permainan. Dalam permainan, akan selalu ada yang kalah dan menang, dan permainan akan selalu bisa diulang lain waktu. Pertandingan ini sudah cukup seru dan menyenangkan bagi kami semua.


Setelah pertandingan selesai, tim saya melakukan evaluasi singkat dan segera bubar karena pertandingan selanjutnya akan segera dimulai. Saya harus segera kembali ke kost saya karena langit sudah mendung, hujan bisa turun kapan saja. Saya berjalan menuju ke parkiran motor ketika saya melihat sekumpulan pendukung tim lawan saya tadi sedang mengobrol dan nongkrong.


Begitu saya lewat di antara mereka, mereka bertepuk tangan, bahkan beberapa dari mereka menjabat tangan saya. Sungguh saya bingung mengapa saya ditepuki dan disalami seperti ini. Akhirnya, saya mengerti, ternyata mereka menepuki performansi saya di pertandingan tadi.


Tidak. Tidak hanya performansi. Jika performansi saya bagus, harusnya tim saya sudah menang dari mereka. Tapi, nyatanya tim saya kalah.


Di sini, saya belajar bagaimana menumbuhkan rasa hormat pada orang lain. Sungguh aneh, orang-orang yang tadinya menjelek-jelekkan nama punggung saya dan berusaha mengganggu konsentrasi saya kini bertepuk tangan untuk saya dan menjabat tangan saya. Ternyata, mereka telah melihat saya tidak memedulikan ejekan mereka dan tetap menyapa teman saya yang belum lama kenal itu walaupun mereka berada di pihak tim lawan. Tidak peduli kawan atau lawan, apabila saya menyebabkan seseorang terjatuh, saya akan meminta maaf dan membantunya bangun. Walaupun konsentrasi saya dibuyarkan, saya tetap berusaha sebisa mungkin untuk mencegah bola lawan masuk ke gawang tim saya yang berharga. Awalnya mereka meremehkan, kini mereka menaruh rasa hormat pada tim kami.


Maaf lho, sekali lagi, saya tidak bermaksud menyombongkan diri. Saya hanya ingin menyampaikan pada kamu bahwa rasa hormat kepada orang lain bisa ditumbuhkan bukan karena status yang lebih tinggi atau umur yang lebih tua. Jika kamu ingin dihormati orang lain, sudah seharusnya kamu memiliki sesuatu yang patut dihormati. Jika kamu direndahkan orang lain, janganlah terbawa emosi dan menyulut pertengkaran dengan mereka. Bersabarlah dan buktikan pada mereka bahwa........bukan, bukan bahwa kamu lebih tinggi dari mereka........buktikanlah bahwa kamu dan mereka adalah setara.


Maaf ya, sebenarnya, cerita ini hanya selingan. Di post saya yang sebelumnya, saya menjanjikan untuk menuliskan kelanjutan dari cerita saya setelah masuk universitas ya? Sabar ya, sedang saya susun kok ceritanya hehe :).


 
 
 

Comments


RECENT POSTS:
  • b-facebook
  • Twitter Round
  • Instagram Black Round
bottom of page